Dan kamu lihat
sepasang kaki berjalan itu,
asing melihat
dunia.
Ia terbangun dari
tidur panjangnya.
Ia seperti (tak)
mengenal langit.
Ia pun bertanya “Apa
yang terjadi hingga langit tak sebiru sebelum tidurku.
Tidak.
Tidak ada jawaban.
Diam.
Diam tanpa
bisikan.
Nanar matanya
marah.
Bukan.
Bukan marah.
Ia berlari.
Berlari mengikuti
(r)asa.
Ia mencari air.
Ia (masih)
berlari.
Ia menangis
meratap negeri.
Dosa apa?
Salah apa?
Gerangan apa?
Negeriku hitam.
Negeriku kering.
Negeriku meregang
di ujung kekuasaan.
Ia tertidur saat
riuh rakyat gembira menyambut merdeka.
Ia tertidur saat
bahagia akan tanah negeri meladeninya.
Dan..
Ia terbangun kala keheningan mengejutkannya.
Tes.
Tak ada air.
Tak ada udara
bersih.
Tak ada lukisan
langit biru.
Penjara semakin
sesak.
Recehan habis
merangkak.
Tapi iman hati tak
jua diperkuat untuk menjaga diri.
Ampun.
Ampun.
Ampuni negeriku ya
Tuhan.
Ampuni pemimpinku
ya Tuhan.
Dan ampuni
tangan-tangan tak berjiwa telah melantakan negeri-Mu.
Sepasang kaki
berjalan.
Mencari sisa pohon
rindang.
Dan.
Detik itu.
Ia tidur kembali.
Menganyam mimpi.
(Katanya) Cinta negeri
22 Oktober 2015
Menganyam mimpi.
(Katanya) Cinta negeri
22 Oktober 2015
Kita terpesona senja
BalasHapusPadahal kita tahu dia pasti tak sama
Seolah sadar yang mempesona pasti takkan serupa
Kita menilai angka
Padahal kita tahu angka-angka tak mungkin sama
Seolah olah sadar bahwa sempurna tak bernilai.
Walah jadi berpujangga juga nih.. hehehe.., kunjungan pertama nih. Blog yang bagus..
Belajar jadi pujangga :D
BalasHapusWah terimakasih kunjungannya :)