Hari ini aku menulis meski terbata.
Meramu rasa menjadi kata.
Kau perlu sedikit tak resah.
Tak tega jika mata terlihat basah.
Meramu rasa menjadi kata.
Kau perlu sedikit tak resah.
Tak tega jika mata terlihat basah.
Perihal sayang apa berlisan lantang?
Perihal rindu apa perlu cemburu?
Perihal gengsi apa manusiawi?
Perihal kita?
apa harus tertera di media.
Perihal rindu apa perlu cemburu?
Perihal gengsi apa manusiawi?
Perihal kita?
apa harus tertera di media.
Kau terlihat lelah,
meski aku lebih parah.
Kau sesegukan marah,
meski aku ingin menyerah.
Kau merasa tertipu,
meski aku tak begitu.
Kau berdiam tunggu,
meski aku sedikit ragu.
meski aku lebih parah.
Kau sesegukan marah,
meski aku ingin menyerah.
Kau merasa tertipu,
meski aku tak begitu.
Kau berdiam tunggu,
meski aku sedikit ragu.
Lalu,
bagaimana jika semesta tak berkata iya.
Bagaimana jika mereka tak menganggap ada.
Bagaimana jika aku menghilang rasa.
Bagaimana?
Bagaimana?
Bagaimana?
Bagaimana jika kita tak kelak berjumpa.
bagaimana jika semesta tak berkata iya.
Bagaimana jika mereka tak menganggap ada.
Bagaimana jika aku menghilang rasa.
Bagaimana?
Bagaimana?
Bagaimana?
Bagaimana jika kita tak kelak berjumpa.
Mencintaimu dengan caraku.
Sederhana, walau tak banyak kata.
Menyayangimu, dengan niatku.
Berwarna, walau tampak biasa.
Menjagamu, dengan doaku.
Diam, walau berbalut makna.
Sederhana, walau tak banyak kata.
Menyayangimu, dengan niatku.
Berwarna, walau tampak biasa.
Menjagamu, dengan doaku.
Diam, walau berbalut makna.
Kau perlu tahu, sayang.
Jika cinta pasti berpulang.
Kala jarak kerap menghadang.
Tapi kenangan tak lantas hilang.
Jika cinta pasti berpulang.
Kala jarak kerap menghadang.
Tapi kenangan tak lantas hilang.
Bangunlah,
dunia ingin lekas melihatmu.
Semangatlah,
aku ingin lekas memelukmu.
Di depan Penghulu.
dunia ingin lekas melihatmu.
Semangatlah,
aku ingin lekas memelukmu.
Di depan Penghulu.
Lampung, Februari 2016
Komentar
Posting Komentar