Perihal Kebaikan


Setiap manusia tentu memiliki walau setipis kebaikan.

Begitulah yang aku tahu. Iya tak hanya tahu, berusaha mengerti. Kebaikan. Sebuah frasa yang sering bahkan hampir kita harapkan. Harapkan? Iya siapa di antara kalian yang tak menginginkan kebaikan. Tapi apa hanya sebatas ingin? Diberi? Mendapatkan? Mengejar? Setiap kita pasti bahagia jika mendapatkan kebaikan. Apalagi jika kebaikan itu bersumber dari sesosok pemerah pipi. Ah, rasanya tentu kita sama-sama pernah merasakan. 

Berbicara kebaikan. Sebelum berharap kita harus berbuat lantas mendapat. Sebuah pemikiran kecil yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu yang kiranya akan kembali kepada diri kita sendiri, entah kapanpun itu. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Tak perlu banyak merayu hanya setitik mau dan pastikan itu memang perlu. Setetes embun, meski hanya setetes tetap dianggap, tentu. Setetes yang berkelanjutan. Setiap pagi, mendongkrak rasa dingin yang memberi julukan rasa. Rasa dingin, rasa segar pada tiap tetes air yang biasa mereka sebut, embun. Setetes tapi ada dan nyata, rasanya.

Segerombolan semut, yang katamu ketika menggigit sakit. Coba lihat, mereka berbondong mencuil remahan roti dan memanggulnya berbaris. Tertata rapi berbaur dengan santai tapi tetap, membawa roti untuk disaji bersama teman yang siap mengiringi. Itu hanya sekilas kebiasaan hewan yang bernama semut. Apa kita tergolong mewarisi sifat semut. Kerja sama yang kiat-kiatnya harus kita jaga. Kerja sama yang saat bertemu ada tangan yang mendekap salam, derap-derap alam.

Berbuat kebaikan, tentu harus tulus tanpa paksaan. Jangan kau prediksi lalu semua dihitung proyeksi. Sedetail itu untuk sebuah "tabungan kehidupan". Ah, pola pikir yang kian hari kian mangkir. Lakukan semua dengan lepas tanpa memandang siapa yang naas. Toh suatu saat kita akan mendapat keadaan yang mungkin seirama. Dunia berputar bukan. 

Hidup tak selamanya matematika, dengan pasti-pasti yang nyata.
Tidak.
Hidup juga tak selamanya seperti ekonomi, yang bisa diprediksi tiap titik sunyi.
Hidup berkembang, mengikuti alur yang gamblang.

Lakukan semua hal yang menurut kita baik, tanpa menjatuhkan siapapun. Karena irama hidup akan terus berbunyi, menyusun nada-nada yang melodinya, belum pasti.

Jangan kuyu hanya karena kebaikanmu larut tersapu pilu.
Iya, berbuat kebaikan tanpa memikirkan balasan.
Tentu kita percaya cara Tuhan.
Yang tak membiarkan  hambanya keresahan.
Dirundung asa nyaris tubuh tertekan.



Bandarlampung, 03 Mei 2016.

Komentar

  1. berbuat baik itu seperti menabur bibit, sewaktu saat kita akan menuainya dengan penuh cinta

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju sama Kak Don :))

      kalo bibitnya baik hasilnya juga baik :D

      Hapus
  2. Berbuat baik itu seperti membuka pintu, pintu yang mana akan menolongmu di masa nanti..

    Dari tulisannya, makin hari makin bagus :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo buka pintu untuk mantan termasuk kebaikan nggak Fan haha :D

      walah pujiannya, jadi mau dibayar berapa *eh :D

      Hapus
  3. Aaaaaah maniiiis bangeet bacanyaa :3 tulisaaaanmu kereeeeen :3 sukaaak :D hihih

    Iyaap, berbuatlah kebaikan meskipun itu nggak seberapa. Yang penting... Baik :)

    BalasHapus
  4. Bener banget katamu, tik. Walaupun setipis HVS, pasti masih ada kebaikan di dalam diri seseorang.

    Makanya, sebagai manusia jangan gampang banget menilai sikap orang lain yang mungkin sisi luarnya dia jahat. Padahal, sebenarnya ia juga punya sisi baik.

    Btw, baru nyapa lagi ni.

    BalasHapus

Posting Komentar