Sore
ini, aku sudah menyiapakan secangkir teh hangat ditemani pisang goreng
kesukaanmu. Katamu, kau akan datang; sepulang kerja—meski ini akhir pekan. Kau memang
tak bisa berkompromi dengan rindu. Selalu saja menyediakan waktu untuk temu,
meski aku paham; tenagamu melebam—seharian.
Aku
sedang mencari kapan kau terakhir marah pun ketika aku salah. Bukan, bukan dia
membenarkan tindakanku. Cara marahnya istimewa, hingga aku tak pernah merasa
terluka atas kata-kata. Aku rasa kau satu-satunya makhluk Tuhan yang
memperlakukan orang lain—dengan berbeda. Masih teringat jelas, waktu kau
mengantarkanku berbelanja buku dan ada sepeda menabrak semua bukuku—justru kau
malah mengajak berbincang yang kusebut tersangka. Kau malah asik
tertawa, ketika tahu kalau kalian satu daerah. Lucu memang. Kau selalu melihat semua
dari berbagai sisi. Aku bahagia—memilikumu. Pun, terkadang aku takut. Sempurnamu
membuatku takut; antara itu topeng atau kau memang seindah itu.
Sore ini,
kau datang dengan baju yang basah. Kupersilakan dia membersihkan tubuhnya agar
tidak sakit. Tak mungkin kubiarkan orang sepertimu menderita walau sepermenit
saja. Kau duduk di sampingku sembari menikmati teh hangat, bercerita tentang
lelah yang tak kalah menyengat. Kudapati sorot matamu yang tak sengaja
menatapku dengan tergesa.
“Kenapa?
Aku sekucel itu ya? Aku ambil sisir dulu deh.”
Kau menarik
tanganku, menahan agar aku tak bergeser sedikit pun. Aku suka aroma ini, aroma
yang jika aku menghirupnya ada rasa aman. Aroma yang tak pernah berubah, sejak
pertama kali aku menjumpaimu di tragedi itu. Tragedi yang tak ingin sama sekali
aku mengingatnya.
“Jangan
ke mana-mana, aku ke sini kan karena kangen masa cuma karena kucel aku duduk sendirian.”
“Jadi
aku kucel beneran?”
Kau tertawa
mendengar jawabanku. Tanganku spontan mengacak-ngacak rambutmu yang sudah
setengah mengering. Dan, reaksimu masih sama; kesal jika rambut yang sudah
disisir rapi menjadi berantakan. Aku selalu merasa menang jika sudah begini. Pun,
kau tak pernah marah.
Semoga kita
bertahan ya. Melewati fase ketidakbahagiaan hidup denganmu adalah salah satu
cita-citaku. Meskipun aku yakin, denganmu akan banyak bahagia-bahagianya.
Malam ini aku bisa tidur. Sudah kupastikan kau sampai rumah dengan selamat. Cerita ini sederhana, setiap orang pasti pernah merasa. Aku bahagia; akan menjalani hidup dengan orang yang tak pernah kenal menyerah adanya.
Sebab, yang kita butuhkan tak melulu kata; tapi tindakan yang membuatmu merasa lebih dari bahagia.
Komentar
Posting Komentar