Kenalan

 

 Aku sedang duduk di depan cermin lebih lama dari biasanya. Sepertinya aku mulai mempertanyakan banyak hal, termasuk: diri sendiri.

Kata orang anak tunggal itu identik dengan sifat manja, tidak mandiri, dan tak mau mengalah. Aku tertawa setiap mendengar pernyataan itu. Bukan, bukan aku menyangkal bahwa aku tak memiliki sifat begitu. Hanya saja, rasanya tidak adil jika sifat manusia langsung dihakimi dari seberapa banyak saudara kandung yang ia miliki di rumah.

Aku adalah anak perempuan dari orang tua yang menurutku hebat. Rasanya tak bisa kujabarkan di sini mengapa aku bisa mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang hebat. Barangkali, setiap anak mengatakan hal serupa tentang orangtuanya, kecuali beberapa hal yang tidak terjadi di semua keluarga—mungkin. Lahir sebagai anak tunggal tak lantas menjadikanku sosok perempuan yang ‘seperti orang banyak kira’. Beberapa hal dari kepribadianku, yang paling aku tak mengerti adalah mengapa aku terlahir sebagai orang yang amat sensitif dan berhati lembut. Sesekali aku ingin  sekali menjadi orang lain, yang tak mudah terhanyut dengan cerita dan kondisi orang lain. Iya, orang lain. Aku kerap bisa merasakan sedih, ketika melihat sebuah keadaan yang meskinya tidak perlu ada di dunia ini. Bahkan, aku bisa menangis hanya karena melihat anak kecil memberi uang kepada pengemis di pinggir jalan. Sayangnya, kita tidak tinggal di dunia yang ideal. Dunia yang banyak huru-hara perdebatan dan perselisihan tak masuk di akal.

Menjadi anak tunggal tentu memberikan efek tertentu walau tidak terlalu berkorelasi. Aku memiliki sifat keras kepala. Tak bisa kusangkal itu. “Kamu ini atos banget ya.” Ujar ibuku ketika beliau sudah tak tahu mau berkata apa. Padahal, patut disadari sifat keras kepalaku tentu warisan beliau. Aku tertawa mengatakan ini. Keras kepala tentu sepaket dengan ego yang tak kecil. Iya, sadarku lebih-lebih bahwa aku terkadang tak bisa mengontrol egoku. Tapi, tak jarang egoku akan dengan sendirinya menurun ketika berhadapan dengan orang yang aku sayang. Barangkali, untuk mengetahui aku menyayangi seseorang atau tidak bisa kau lihat dari bagaimana aku menempatkan egoku. Wah, aku membuka satu kartuku kali ini. Ahahah tak apa. Ego memang terkadang membunuh secara tidak langsung. Iya, aku terus belajar perihal ini. Masih banyak PR yang perlu diperbaiki.

Overthinking, kata itu pasti sangat familiar. Aku satu dari sekian banyak orang yang kerap berpikir lebih-lebih atas sesuatu yang sebenarnya tak perlu terlalu dirisaukan. Tak terkecuali  dengan sifat sensitifku. Aku bisa menghabiskan isi kepala dengan memikirkan masalah orang lain. Terutama masalah orang-orang yang sering berkeluh denganku, berbagi cerita dan beban yang mereka rasakan. Meskipun aku belum tentu bisa memberikan solusi tapi setidaknya bercerita bisa sedikit merilis emosi mereka. Pun yang tak kalah random  aku bisa memikirkan bagaimana negara ini tetap bisa berjalan jika diisi dengan orang-orang yang tak pernah memikirkan posisi orang lain. Pun, aku bisa memikirkan, mengapa ada orang-orang bisa menghakimi dengan kalimat atau kata-kata yang seharusnya tak pantas dikeluarkan. Lagi-lagi kita tak tinggal di dunia ideal. Semua serba sepaket; baik dan jahat, putih dan hitam serta aku dan kau. Eh.

Kata Rachell, salah satu teman dekatku aku seperti akun instagram Indozone (kau harus tahu). Anak instagram pasti mengerti maksudnya. Aku memang selalu memperbarui info apa yang harus aku ketahui per harinya. Entah itu seputar berita atau ilmu. Aku akan cerewet  menceritakan apa yang aku baru ketahui kepada rachell atau Chita. Sudah bisa dibayangkan ekspresi mereka akan tertawa melihat kebiasaanku itu. Ah, seperti jumawa aku mengatakan ini. Tapi percayalah ketika kita banyak mengetahui sesuatu (ilmu atau info bukan urusan orang lain) secara tidak langsung kita akan mudah untuk memulai obrolan dengan orang lain. Iya, itu sangat aku butuhkan. Sebab, orang pendiam sepertiku membutuhkan itu semua untuk membuka perbincangan dengan orang baru. Aku tentu bukan pribadi yang bisa berbasa-basi dengan hal yang sebenarnya tidak penting, misalnya saja “Wah apa kabar, kok makin kurus/gendut.” Hahaha itu hanya contoh ya.

Kali ini aku teringat ucapan dapid, “Lu itu ribet.” Aku geleng-geleng kepala mendengar itu. Biar aku jelaskan yang berisi pembelaan. Sebenarnya itu bukan ribet tapi memang aku sangat memperhatikan hal-hal kecil dan detail. Sampai, pada akhirnya memang berakhir merungsingan pikiranku sendiri. Pemerhati yang baik sepaket dengan ribet. Sepertinya itu yang tepat. Ini berlaku di semua hal.

Terakhir, yang paling terngiang di kepalaku adalah ucapan Nay dan Zizi secara tidak langsung mengatakan bahwa aku tertutup. Iya beberapa hal aku memang memiliki kesulitan untuk  bercerita masalah pribadi kepada orang lain. Rasanya ketika aku ingin berbagi apa yang sedang aku pikirkan itu terasa berat. Bukan, bukan aku tak mempercayai teman-temanku. Hanya saja, aku kerap berpikir bahwa menceritakan sesuatu rasanya tak mengubah banyak hal dan tentu aku tak ingin membebani kepala orang lain dengan ceritaku yang sebenarnya tidak terlalu penting. Toh, perihal merilis emosi aku tentu memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikannya. Jadi, jika kau pernah mendengar ceritaku barangkali itu hanya sepotong kecil dari sebuah kue ulang tahun bertingkat utuh tentang apa yang sedang aku hadapi—tidak terlalu ‘masalah’.

Masih banyak hal terkait pribadiku yang tak mungkin dijabarkan semua di sini. Barangkali jika kau ingin mengetahui lebih mari kita saling berbincang. Aku akan siap bertukar pikiran tentang segala hal, jangan takut dihakimi sebab berpikiran terbuka adalah hal yang sudah biasa aku lakukan.

Saat ini, jika berbicara kepribadian rasanya aku banyak berubah. Tentu tidak semua. Beberapa hal aku ingin terus bertumbuh menjadi lebih baik. Menjadi pribadi yang tidak jalan di tempat. Pun, usaha terus kulakukan agar sifat yang tidak baik aku kurangi hingga nanti hilang. Meski, untuk hilang tidak mungkin. Namanya manusia tentu tidak ada yang sebegitu ideal. Aku tetap akan menjadi orang menyebalkan untuk hal yang tak beguna dan menjadi orang nomor satu berdiri di depan saat kau membutuhkanku.  Aku masih menjadi wanita yang amat menyukai hujan, ombak, langit, musik instrumen klasik, dan menyukai suara tawamu. Percayalah, aku amat bahagia ketika mendengar suara tawa orang-orang yang kusayangi meski aku tahu beban di pundak manusia tak lantas hilang hanya karena dia terlihat tertawa atau gembira. Kuapresiasi usaha aku dan orang-orang yang tetap bertahan dalam segala situasi, sebab manusia sejatinya hanya perlu bertahan jika sedang tak sanggup berlari.

Aku beritahu satu hal. Sudah beberapa bulan semenjak pandemi ini, aku melakukan beberapa hal dalam hidupku. Aku berusaha menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru yang sebelumnya tak pernah atau jarang aku lakukan. Aku merusaha agar hidupku teratur. Hasilnya, sungguh mencengangkan. Aku sangat mengapresiasi dan bangga pada diriku sendiri. Tentu tak akan kuberitahu kebiasaan apa yang sudah aku ciptakan selama ini. Tapi, dengan kata lain hal ini menunjukan bahwa aku ingin terus menjadi pribadi yang berkembang. Banyak yang perlu dipersiapkan untuk menjadi sosok yang kelak akan menjadi panutan untuk anak-anakku kelak. Menjadi sosok yang bisa ditiru ketika aku sedang menjadi seorang pendidik. Menjadi sosok yang membuat orang tua dan pasanganku kelak tak menyesal bahwa aku telah hadir di hidup mereka. Menjadi sosok yang bermanfaat untuk orang lain. Pun menjadi sosok yang aku bisa ‘bangga’ pada diriku sendiri.  Satu dari sekian banyak pegangan hidupku, “Berbuat baik tanpa berharap semua berbalik.” Jadi, untuk kalian yang mengenalku lebih-lebih terima kasih telah menerima dan mentoleransi  sifat dan sikap tidak baik dalam hidupku. Terima kasi telah menjadi pengkoreksi jika aku salah dan mari kita bertumbuh bersama. Jangan lupa untuk berprasangka baik, berkata baik dan berbuat baik.

Komentar