Sudah musim penghujan, dinginnya malam makin tak tertahan. Sudah sejak pukul delapan aku mengenakan kaos kaki sembari menunggu pesan dari sahabatku.
“Hari ini bagaimana mana?”
Sebuah pesan yang sedari tadi belum ada jawabannya.
Kuputuskan untuk melanjutkan serial netflix sambi menikmati segelas coklat hangat untuk menghabiskan waktu. Menghabiskan waktu? Rasanya kalimat itu tidak tepat. Mengapa kita perlu menghabiskan waktu padahal kita bisa saja mengumpulkan waktu, menimbunnya banyak-banyak dan memikirkan akan menikmati waktu itu dengan siapa. Ah, berkhayal sekali.
Apa yang ingin kamu lakukan di waktu dekat-dekat ini? Pertanyaan itu muncul saja di kepala, tanpa tah penyebabnya. Sebentar, biarkan aku berpikir. Hmmm.
Tak ada. Tak ada jawaban yang aku temukan untuk menjawab pertanyaan itu. Sama sekali. Aku tidak tahu apa inginku. Aku tidak tahu apa-apa yang bisa membuatku merasa lebih baik. Barangkali semua menjadi baik-baik aja jika kita memiliki satu sosok yang benar-benar kita percaya. Hahahaha aku tertawa menuliskan ini. Bahkan, di kepalaku tertanam tak ada yang bisa dipercaya bahkan kepada dirimu sendiri. Jangan mempercayai siapapun. Kecewanya tidak main-main, jika hal buruk mulai merungsing.
Aku berusaha untuk mempercayai bahwa kita bisa memilih bukan sekadar menjadi pilihan. Jadi mana yang lebih baik, memilih atau menjadi pilihan? Sedikit membingungkan ya? Sudahlah.
Jika satu hari aku harus memilih, bisa dipastikan ada kertas coretan penuh pertimbangan sebelum aku memutuskan hal-hal demikian. Jelas, memilih adalah penuh risiko, sedang pilihan ... tak ingin kulanjutkan kalimat ini.
Aku sudah mulai mengantuk, mari kuputuskan untuk tidur. Barangkali inginku bisa kuketahui lewat mimpi. Pun, apa-apa yang tidak aku sukai; bisa lebih aku terima. Iya hidup memang demikian, penuh rasa sungkan atau bimbang yang tak berkesudahan.
Komentar
Posting Komentar