Nisan itu Tertulis Namamu

 

Hallo, tulisan ini aku persembahkan untuk salah satu teman yang sedang hatinya sedang tak baik-baik. Tak apa menangis, meski sebentar, meski lama-lama tapi tak boleh selamanya.

Mas apa kabar? Hari ini aku berulang mengecek notifikasi whatapp berharap ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul darimu. Tidak ada, tidak ada lagi dan tidak akan ada lagi. Sadarku  setengah hilang bahwa harus kupukul kepalaku kuat-kuat untuk menerima kamu sudah tidak di sini, sudah tak bersamaku, sudah tak bisa aku dengar suaramu bahkan hanya untuk sekadar menanyakan kamu hari ini masuk kerja jam berapa. Pun, sudah tidak ada lagi rencana-rencana indah kita. Mas, jika ini mimpi, bangunkan aku lebih cepat; aku takut tidur terlalu lama.

Tak pernah kusangka keluhanmu terakhir di malam itu adalah percakapan terakhir kita. Aku yang biasa saja ketika kamu tak membalas pesanku. Aku yang mencoba berpikir mungkin lelahmu lebih-lebih sehabis melakukan rutinitas seharian. Aku yang mendoakan kamu pada setiap aktivitasmu. Aku yang bingung kenapa tidurmu lama sekali hari itu. Pun aku yang membatu;  mengetahui bahwa nisan yang terpajang di media sosial itu bertulis namamu. Bahkan, untuk mempercayai saja aku enggan, bagaimana untuk menerima?

Sehari setelah itu, ibumu meneleponaku; bercerita bahwa aku tak mungkin lagi bisa untuk mendengar semangat yang selama ini tercipta darimu. Pun bercerita rencanamu menemuiku ke Bogor kini hanyalah rencana sampai kapanpun. Mas, apa pelukku yang sebenar-benarnya itu tidak akan dapat kaurasakan? Sekali lagi, jangankan untuk menerima, mempercayai bahwa kamu sudah pergi saja aku tak mampu.

Ini hari ke lima pun aku masih tak mau percaya; bahwa kamu sudah tak ada. Aneh rasanya, ketika kabarku bukan kamu lagi pemiliknya. Aneh rasanya, ketika cerita-ceritamu tak lagi ada. Aneh rasanya, kamu pergi secepat ini. Bahkan, di saat kamu belum mampu mewujudkan mimpi-mimpi kecil kita. Mimpi naik gunung bersama sepaket dengan masak pun cerita-cerita sederhana, mimpi tentang berkeliling naik kendaraan yang mungkin bagi sebagian banyak orang biasa; untukku jika bersamamu istimewa. Oh, satu lagi, tentang susu kedelai yang selalu kita ceritakan? Di mana aku bisa meminum susu yang selama ini selalu hadir menjadi topik yang tak pernah putus. Jawab aku, Mas.

Katamu aku mudah sakit, tak boleh telat makan, tak boleh kehujanan dan tak boleh berpikir yang tidak penting untuk sekadar memenuhi isi kepalaku. Jika bukan kamu, siapa yang akan mengingatkan aku untuk tetap bisa berdiri meski semua sedang tidak baik-baik saja. Beri aku alasan, tanpamu aku akan bisa lebih kuat dari biasanya, Mas.

Ini sulit sekali, ketika aku yang sudah lama dipatahkan berkali-kali; kamu dengan niat baikmu, dengan kerja kerasmu, dan dengan kesederhanaan yang kamu tampilkan begitu saja mampu membuatku berusaha berdiri lagi. Kamu mampu membuatku percaya bahwa lelaki baik itu ada. Mas, jika kamu pergi seperti ini, apa definisi lelaki baik selain ayahku itu benar adanya? Apa kemarin-kemarin hanya sekadar halusinasiku saja. Titik ini, aku mempertanyakan kewarasanku.

Yakinku kamu pasti sedih melihat sedihku yang banyak-banyak seperti ini. Maafkan aku Mas, maafkan aku yang masih belum bisa mengenal kata ikhlas pada kehilangan ini. Maafkan aku, jika suara tangisku sayup terdengar di tidurmu yang panjang ini. Maafkan aku, jika sekarang beban berat pergimu salah satunya bersumber dari aku; maafkan.  Doakan aku Mas, doakan aku agar aku bisa lekas membaik pun sepaket menerima bahwa kamu sudah tidak bisa lagi aku genggam; tapi masih bisa kukunjungi meski berupa makam.

Aku tidak bisa berjanji sedihku akan sebentar tapi sekuat-kuat aku akan mencoba membuktikan bahwa aku bisa menjadi sosok yang tetap bisa diandalkan; meski hanya di matamu. Mas, terima kasih; terima kasih sudah hadir di buku yang berjudul namaku meski tak lama apalagi selamanya. Terima kasih perhatian, omelan, serta cerita-cerita yang selama ini kamu ciptakan untuk aku. Hari ini, besok atau kapanpun merindukanmu pasti akan; pun mendoakanmu menjadi rutinitas yang tak terlupakan. Datang ke mimpiku meski sesekali, tak apa jika saat terbangun aku sedih; dengan bahagia aku akan menikmati sedih itu.

Mas, sedang apa kamu di sana hari ini? Tuhan pasti baik sekali ya menjagamu secara dekat. Titipkan pesanku kepada Tuhan; terciptanya kamu adalah bagian syukurku kepada-Nya yang tak berkesudahan. Mas, tadi aku ke bioskop bersama krucil-krucil yang selama ini sering aku ceritakan. Filmnya bagus, tapi mungkin akan lebih bagus jika kamu ikut menonton bersamaku. Hahaha iya-iya maaf aku mengeluh lagi. Mas, jaga aku dari jauh ya mulai sekarang dan nanti. Akan kuceritakan semuanya meski lewat doa; pun ketika nanti aku sudah bisa menerima bahwa pergimu memang benar-benar nyata. Aku tidur dulu ya, entah bagaimana caranya bangunkan aku jika kesiangan. Ah.

Mas, tunggu aku mengunjungi rumah barumu ya. Sabar, waktunya belum tepat; jangan marah jika aku terlambat. Aku merindukanmu; Mas Hendra.

 

Bogor, 18 Januari 2022; untuk Kartika.

Komentar