Rasanya ini adalah titik di mana aku hidup dan sangat-sangat tak mengerti aku harus apa. Rasanya aku sama sekali tidak mempunyai daya untuk bercerita terhadap siapapun. Bahkan, kepada Tuhan saja dayaku tidak ada. Ketidakmampuanku untuk bercerita seketika hilang dan aku sadar ini memang bukan untuk diceritakan. Bibirku bisu dan aku membeku; sendirian.
Salah, semua ini memang salahku. Ini adalah kecerobohanku yang memang benar-benar bodoh. Aku sebodoh itu dan bodoh. Rasa takut yang tak berkesudahan seperti mengerjaku dua puluh empat jam tanpa henti. Untuk jam tidur pun rasanya aku tak benar-benar tidur. Otakku terjaga bahkan saat mata sedang tak bekerja.
Lelah. Rasanya lelah sekali. Aku lelah dan berhenti pun bukan keinginanku. Aku tak mau berhenti untuk bernapas sebab mimpiku masih banyak. Pun, untuk tetap hidup rasanya seberat ini. Aku tak tahu harus memulai dari mana. Aku tak ingin mengecewakan siapa-siapa.
Aku ingin hdup lebih lama dan lebih damai. Tanpa takut, tanpa khawatir, dan tanpa memikiran bagaimana jika ini hidup terakhirku. Aku masih ingin melanjutkan mimpi-mimpi jangankan untuk terwujud, memulai saja belum. Aku tak tahu bagaimana jika mimpi ini tak bisa aku raih, bagaiamana jika isi kepalaku ini benar-benar terjadi dan bagaimana jika hidupku tidak menghasilakn apa-apa.
Aku se-di titik rendah itu. Aku sedang tak ingin mendengarkan ocehan nasihat kalian untuk aku dengan dalih kalian menyayangiku. Aku sedang tak ingin mendengar bahwa aku harus belajar hal baru dan mengembangkan ini-itu. Aku sedang tak butuh itu sebab kalian sedang tidak tahu apa yang sedang aku rasa dan alami, pun aku tak ingin menceritakan apa-apa. Cukup, aku paham di titik itu aku paham bahwa banyak yang menyayangiku. Aku paham dan terima kasih, saat ini aku pun sedang tidak tahu aku harus apa. Rasanya hidupku mendung, bahkan gelap. Aku yang sudah hujan ini mengeluh. Aku tak tahu apa aku masih memiliki masa depan atau tidak. Aku tidak tahu aku akan hidup dengan siapa dan bagaimana. Aku tak tahu bagaimana aku harus menyusun mimpi-mimpiku itu jika semua seperti runtuh. Jangan tanya mengapa, sebab seribu kali ditanya aku takkan menjawabnya. Aku akan diam, membiarkan semua ini penuh dengan lebam. Aku akan membiarkan diriku sendiri untuk mengatasi; jika kaki bisa diajak kompromi.
Tuhan, jika aku boleh meminta hapuskan risau dan apa yang ada di pundak ini secara berkala. Aku takut dan lemasku tertahan di lutut; beraniku ciut pun semua terasa kalut.
Ruang Kerja, dua puluh satu bulan tiga dua ribu dua puluh dua.
Astia
Komentar
Posting Komentar