Sebuah Surat Jawaban (VI)


Hari ini mentari cukup bisa diajak kerja sama. Hah. Bahkan aku sudah menyiapkan cacian-cacian dalam hati jika hari ini hujan. Ya, meskipun aku menyukai hujan tapi untuk kali ini aku sangat memohon kepada Tuhan agar mentari mau menari lebih ekstra hari ini. Aku sudah menyiapkan segala keperluan untuk melancong hari ini. Cukup dengan membawa tas ransel dan kamera yang sudah aku siapkan baterai cadangannya. Iya, aku sering merasa khilaf jika sudah memegang kamera dan mencari objek mati yang terkesan hidup. Tujuanku hari ini sama dengan tujuanku beberapa tahun silam, Pantai Indrayanti. Pantai yang terletak di Dusun Ngasem, Desa Tepus, Kabupaten Gunung Kidul. Pantai Indrayanti letaknya tepat di sisi timur Pantai Sundak. Keduanya dibatasi oleh sebuah karang. Pantai Indrayanti merupakan pantai spesial versiku. Tidak hanya keindahan laut yang memukau tapi juga bentangan pasir yang masih sangat asri yang membuat siapapun yang melihat merasa harus berulang-ulang bersyukur kepada Tuhan.

“Aku mau ke Indrayanti ya bude, rencana mau sampe malem di sana. Pengen lihat sunrise.”

“Sendirian? Yowes hati-hati lak ngunu! Nanti kalau sudah kemaleman ya nyari penginapan di dekat-dekat sana ae nduk.”

“Siap bude! Aku berangkat dulu nanti sampe sana jam dua mungkin. Gak mau ngebut-ngebut. Aku berangkat ya bude.” ucapku sambil mencium pipi bude dan bergegas menuju mobil dan lekas berangkat.

Kali ini adalah pengalaman pertama aku menyetir sendirian untuk pergi ke tempat reakreasi. Aku memang kerap mencari teman jika ingin pergi ke suatu tempat. Hal ini aku lakukan karena aku kerap mengantuk jika beradda di dalam mobil sendirian. Kuhidupkan lagu dari Kahitna yang terbaru untuk meminimalisir rasa kantukku.

“Tahukah kau selama ini sesungguhnya aku menyimpan perasaan. Kau katakan aku sahabat terbaik. Dan bukan itu yang ku mau sebenarnya.” ucapku secara tak sengaja mengikuti lirik lagu dari kahitna. Banyak hal yang berubah dari Yogyakarta. Salah satunya semakin ramai. Beberapa tahun silam menurutku beelu seramai ini. Ah, Yogya memang menyimpan banyak kenangan.
                                                                    
                                    ***
Nafasku mulai tersengal melewati karang yang lumayan terjal. Kulirik arlojiku sudah menunjukan pukul 03.06 WIB. Aku excited untuk mendapatkan sunrise terbaik pagi ini. Pantai Indrayanti mempunyai spot khusus jika ingin menimati sunrise yang cantik. Kita hanya perlu berjalan menuju bukit di arah timur. Menuju tempat ini kita harus ekstra hati-hati karena melewati semak, memanjat karang dan pasti sedikit melelahkan. Meskipun melelahkan tetapi semua terbayar lunas ketika sudah sampai di puncak bukit.

“Masyaallah, ini luar biasa.” ucapku ketika melihat hamparan Samudera Hindia yang menawan dan tak luput dihiasi music alami dari desisan angin dan deru ombak yang memecahka suasana. Sepanjang mata memandang, aku tak menemukan sampah atau kotoran di pasir yang membuat suasanan semakin apik. Iya, pengelolah pantai Indrayanti memang tegas kepada pengunjung yang sengaja tau tidak sengaja membuang sampah. Aku terpaku dengan kamera dan terus mengabadikan lukisan alam yang tak mungkin aku lewatkan. Sesekali aku memfoto sepasang kekasih yang ada disekelilingku dengan berlatarbelakang senja yang syahdu. Tawa mereka sama sekali menggambarkan rona kebahagiaan yang sedang mereka rasakan. Tiba-tiba ingatanku terbang ke beberapa tahun silam. Sebelumnya aku pernah ke sini, bersama Gantan.

Bermodal nekat dan belum tahu arahan jalan atau apapun, aku dan Gantan kekeh mencari lokasi Pantai Indayanti. Bahkan Gantan harus menggendongku karena aku kelelahan sehabis pulang dari Pantai Indrayanti. Sayangnya kami belum sempat ke bukit ini, kami hanya menyusuri pantai dengan pasir yang indah. Berlari, mengabadikan dengan foto, bahkan aku dan Gantan merebahkan tubuh kami di atas pasir dan menikmati langit yang cerah kala itu. Bahkan foto-foto ini asih ada di kamera dan secara tak sengaja sedang aku lihat kembali. Gantan, matamu tak pernah berubah. Aku lantas mengeluarkan handphone dan memotret salah satu spot yang indah kemudian aku kirim via whatsapp kepada Gantan.

“Kamu jahat gak ajak aku Nay!”

Sebuah balasan yang langsung aku terima dari Gantan. Aku lantas membalasnya dengan sebuah tawa yang amat mengejeknya. Sudah pasti Ganta amat geram dengan polahku saat ini. Awalnya aku mencoba menghilang dari Gantan dan tak ingin berurusan lagi dengannya. Tapi nyatanya tidak bisa, aku kerap khawatir dengan Gatan yang belum mampu dewasa sesuai umurnya. Bahkan hingga saat ini, aku kerap memantau perkembangan hubungan Gantan dengan Ralinka, wanita yang akan mendampinginya, selamanya.

“Mbak, bisa minta tolong ambilkan foto kami pakai handphone ini?” tiba-tiba lamunanku dikagetkan dengan suara sepasang kekasih yang ada dihadapanku.

“Oh iya mas bisa.” ujarku sambil mengambil handphone.

Deeppppppppp.

“Yah mas, handphonenya mati.”

“Aduh, gimana ya, handphone pacar saya juga mati.”

“Udah mas, pake kamera saya saja nanti saya kirim ke email fotonya.”

“Wah, terimakasih sekali mbak.”

Sudah menjadi hal biasa untukku ketika berada di tempat seperti ini menjadi juru kamera dadakan. Tapi aku tak pernah keberatan dengan hal ini, terlebih aku tak segan-segan mengabadikan mereka dengan kameraku dan mengirim hasilnya melalui email.

Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 WIB, aku bergegas pulang. Sepanjang perjalanan  keluar dari pantai, aku menikmati pasangan muda-mudi di gazebo-gazebo yang ada di pantai. Ada yang bersama teman-temannya secara bergerombol, ada yang hanya berdua menikmati indahnya buan sabit di atas pantai Indrayanti. Dan aku adalah satu-satunya wanita tegar yang mengunjungi tempat seindah ini hanya seorang diri, tak apa.

Menunggu sunrise sedari dini dan ditutup oleh sunset yang tak kalah membuat iri. Iya membuat iri siapapun yang melihatnya. Cantik dan banyak yang menanti. Seharian aku habiskan dengan melamun dan bersyukur di pantai ini. Lebih dari itu, aku melepaskan semua bebanku dan bertekad mengawali semuanya dari awal. Membersihkan hati dan merapikannya, kelak siapapun yang akan tinggal di dalamnya akan merasa nyaman, tanpa jejak siapapun.

Tak ada yang salah menikmati suatu hal seorang diri. Yang salah terkadang kita tak sadar bahwa hanya kita yang seorang diantara mereka yang mempunyai lawan berbicara. Ah, toh aku bersama Aley, kamera kesayanganku. Jadi aku tidak sendiri kan? Percakapan dalam hati yang tak dapat aku cegah, semakin berkembang, dan berkembang bahkan semakin liar.


Percayalah semua akan kembali baik-baik saja sejalan dengan aku yang akan tetap berdiri (tegar) di sampingmu, selalu. Meski kini, namaku bukan yang pertam kau ucap ketika ada hal yang ingin kau harap. Tak apa, bahagiamu tentu bagian dari bahagiaku, Gantan.

……………………………………………………………

Sore senja di sudut Yogya terucap doa kau tahu is hati ini.
Dan bila itu tak terungkap tetap kunikmati, rasa jatuh sendiri.
Tak mampu kuungkapkan segalanya.
(Nadya Fatira: kata Hati)

To be continued…

Cerita sebelumnya klik di sini


Komentar

  1. Widih, berani amat yaaa. Dini hari pergi sendirian ke pantai. :D
    Kata temen-temen gue pantainya bagus nih. Uh, tapi belum sempet ke sini. Tiap ke Jogja malah ke candi atau alun-alun. :(

    Asyik fotografer dadakan. :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. yahh sayang sekali, sekali-kali coba main ke tempat lain pasti banyak yang bagus kok :D

      hahaha terimakasih sudah mau membaca cerita ini :))

      Hapus

Posting Komentar