Hari
ini mentari cukup bisa diajak kerja sama. Hah. Bahkan aku sudah menyiapkan
cacian-cacian dalam hati jika hari ini hujan. Ya, meskipun aku menyukai hujan
tapi untuk kali ini aku sangat memohon kepada Tuhan agar mentari mau menari
lebih ekstra hari ini. Aku sudah menyiapkan segala keperluan untuk melancong
hari ini. Cukup dengan membawa tas ransel dan kamera yang sudah aku siapkan
baterai cadangannya. Iya, aku sering merasa khilaf jika sudah memegang kamera
dan mencari objek mati yang terkesan hidup. Tujuanku hari ini sama dengan
tujuanku beberapa tahun silam, Pantai Indrayanti. Pantai yang terletak di Dusun
Ngasem, Desa Tepus, Kabupaten Gunung Kidul. Pantai Indrayanti letaknya tepat di
sisi timur Pantai Sundak. Keduanya dibatasi oleh sebuah karang. Pantai Indrayanti
merupakan pantai spesial versiku. Tidak hanya keindahan laut yang memukau tapi
juga bentangan pasir yang masih sangat asri yang membuat siapapun yang melihat merasa
harus berulang-ulang bersyukur kepada Tuhan.
“Aku
mau ke Indrayanti ya bude, rencana mau sampe malem di sana. Pengen lihat sunrise.”
“Sendirian? Yowes hati-hati lak ngunu! Nanti kalau sudah kemaleman ya nyari penginapan di
dekat-dekat sana ae nduk.”
“Siap bude! Aku berangkat dulu nanti sampe sana jam
dua mungkin. Gak mau ngebut-ngebut. Aku berangkat ya bude.” ucapku sambil
mencium pipi bude dan bergegas menuju mobil dan lekas berangkat.
Kali ini adalah pengalaman pertama aku menyetir
sendirian untuk pergi ke tempat reakreasi. Aku memang kerap mencari teman jika
ingin pergi ke suatu tempat. Hal ini aku lakukan karena aku kerap mengantuk
jika beradda di dalam mobil sendirian. Kuhidupkan lagu dari Kahitna yang
terbaru untuk meminimalisir rasa kantukku.
“Tahukah kau selama ini sesungguhnya aku menyimpan
perasaan. Kau katakan aku sahabat terbaik. Dan bukan itu yang ku mau
sebenarnya.” ucapku secara tak sengaja mengikuti lirik lagu dari kahitna. Banyak
hal yang berubah dari Yogyakarta. Salah satunya semakin ramai. Beberapa tahun
silam menurutku beelu seramai ini. Ah, Yogya memang menyimpan banyak kenangan.
***
Nafasku mulai tersengal melewati karang yang lumayan
terjal. Kulirik arlojiku sudah menunjukan pukul 03.06 WIB. Aku excited untuk mendapatkan sunrise terbaik pagi ini. Pantai Indrayanti
mempunyai spot khusus jika ingin menimati sunrise
yang cantik. Kita hanya perlu berjalan menuju bukit di arah timur. Menuju tempat
ini kita harus ekstra hati-hati karena melewati semak, memanjat karang dan
pasti sedikit melelahkan. Meskipun melelahkan tetapi semua terbayar lunas
ketika sudah sampai di puncak bukit.
“Masyaallah, ini luar biasa.” ucapku ketika melihat
hamparan Samudera Hindia yang menawan dan tak luput dihiasi music alami dari
desisan angin dan deru ombak yang memecahka suasana. Sepanjang mata memandang,
aku tak menemukan sampah atau kotoran di pasir yang membuat suasanan semakin
apik. Iya, pengelolah pantai Indrayanti memang tegas kepada pengunjung yang
sengaja tau tidak sengaja membuang sampah. Aku terpaku dengan kamera dan terus
mengabadikan lukisan alam yang tak mungkin aku lewatkan. Sesekali aku memfoto
sepasang kekasih yang ada disekelilingku dengan berlatarbelakang senja yang
syahdu. Tawa mereka sama sekali menggambarkan rona kebahagiaan yang sedang
mereka rasakan. Tiba-tiba ingatanku terbang ke beberapa tahun silam. Sebelumnya
aku pernah ke sini, bersama Gantan.
Bermodal nekat dan belum tahu arahan jalan atau
apapun, aku dan Gantan kekeh mencari
lokasi Pantai Indayanti. Bahkan Gantan harus menggendongku karena aku kelelahan
sehabis pulang dari Pantai Indrayanti. Sayangnya kami belum sempat ke bukit
ini, kami hanya menyusuri pantai dengan pasir yang indah. Berlari, mengabadikan
dengan foto, bahkan aku dan Gantan merebahkan tubuh kami di atas pasir dan
menikmati langit yang cerah kala itu. Bahkan foto-foto ini asih ada di kamera
dan secara tak sengaja sedang aku lihat kembali. Gantan, matamu tak pernah
berubah. Aku lantas mengeluarkan handphone
dan memotret salah satu spot yang indah kemudian aku kirim via whatsapp kepada Gantan.
“Kamu jahat gak ajak aku Nay!”
Sebuah balasan yang langsung aku terima dari Gantan.
Aku lantas membalasnya dengan sebuah tawa yang amat mengejeknya. Sudah pasti
Ganta amat geram dengan polahku saat ini. Awalnya aku mencoba menghilang dari
Gantan dan tak ingin berurusan lagi dengannya. Tapi nyatanya tidak bisa, aku
kerap khawatir dengan Gatan yang belum mampu dewasa sesuai umurnya. Bahkan hingga
saat ini, aku kerap memantau perkembangan hubungan Gantan dengan Ralinka,
wanita yang akan mendampinginya, selamanya.
“Mbak, bisa minta tolong ambilkan foto kami pakai handphone ini?” tiba-tiba lamunanku
dikagetkan dengan suara sepasang kekasih yang ada dihadapanku.
“Oh iya mas bisa.” ujarku sambil mengambil handphone.
Deeppppppppp.
“Yah mas, handphonenya
mati.”
“Aduh, gimana ya, handphone pacar saya juga mati.”
“Udah mas, pake kamera saya saja nanti saya kirim ke
email fotonya.”
“Wah, terimakasih sekali mbak.”
Sudah menjadi hal biasa untukku ketika berada di
tempat seperti ini menjadi juru kamera dadakan. Tapi aku tak pernah keberatan
dengan hal ini, terlebih aku tak segan-segan mengabadikan mereka dengan
kameraku dan mengirim hasilnya melalui email.
Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 WIB, aku bergegas
pulang. Sepanjang perjalanan keluar dari
pantai, aku menikmati pasangan muda-mudi di gazebo-gazebo yang ada di pantai. Ada
yang bersama teman-temannya secara bergerombol, ada yang hanya berdua menikmati
indahnya buan sabit di atas pantai Indrayanti. Dan aku adalah satu-satunya
wanita tegar yang mengunjungi tempat seindah ini hanya seorang diri, tak apa.
Menunggu sunrise sedari dini dan ditutup oleh sunset yang tak kalah membuat iri. Iya membuat iri siapapun yang melihatnya. Cantik dan banyak yang menanti. Seharian aku habiskan dengan melamun dan bersyukur di pantai ini. Lebih dari itu, aku melepaskan semua bebanku dan bertekad mengawali semuanya dari awal. Membersihkan hati dan merapikannya, kelak siapapun yang akan tinggal di dalamnya akan merasa nyaman, tanpa jejak siapapun.
Tak ada yang salah menikmati suatu hal seorang diri.
Yang salah terkadang kita tak sadar bahwa hanya kita yang seorang diantara
mereka yang mempunyai lawan berbicara. Ah, toh aku bersama Aley, kamera
kesayanganku. Jadi aku tidak sendiri kan? Percakapan dalam hati yang tak dapat
aku cegah, semakin berkembang, dan berkembang bahkan semakin liar.
Percayalah semua akan kembali baik-baik saja sejalan
dengan aku yang akan tetap berdiri (tegar) di sampingmu, selalu. Meski kini,
namaku bukan yang pertam kau ucap ketika ada hal yang ingin kau harap. Tak apa,
bahagiamu tentu bagian dari bahagiaku, Gantan.
……………………………………………………………
Sore senja di sudut Yogya terucap doa kau tahu is
hati ini.
Dan bila itu tak terungkap tetap kunikmati, rasa
jatuh sendiri.
Tak mampu kuungkapkan segalanya.
(Nadya Fatira: kata Hati)
To be continued…
Cerita sebelumnya klik di sini
Widih, berani amat yaaa. Dini hari pergi sendirian ke pantai. :D
BalasHapusKata temen-temen gue pantainya bagus nih. Uh, tapi belum sempet ke sini. Tiap ke Jogja malah ke candi atau alun-alun. :(
Asyik fotografer dadakan. :p
yahh sayang sekali, sekali-kali coba main ke tempat lain pasti banyak yang bagus kok :D
Hapushahaha terimakasih sudah mau membaca cerita ini :))